Rabu, 18 Juni 2008

PUSPA INDAH TAMAN HATI 2

Kangen …!

Ugh! Gini kah rasanya kangen, mau apa aja kayaknya tak bergairah? Coba ada kekasih yang mijitin pundakku di saat badan ini pegal-pegal. Coba ada pangkuan kekasih untuk ku baringkan kepala di saat ngantuk lantaran capek kerja Laporan Akhir (skripsi). Coba ada bibir kekasih untuk ku cium.

Bibir …?


Kangen …!

Ugh! Gini kah rasanya kangen, mau apa aja kayaknya tak bergairah? Coba ada kekasih yang mijitin pundakku di saat badan ini pegal-pegal. Coba ada pangkuan kekasih untuk ku baringkan kepala di saat ngantuk lantaran capek kerja Laporan Akhir (skripsi). Coba ada bibir kekasih untuk ku cium.

Bibir …?

Iya! Bagaimana kabar dari yang punya bibir itu? Bibir yang pernah ku cium, eh tidak! … ku lumat waktu lalu.

Kali ini harus ku akui dengan sejujurnya, aku dah dibikin gila ama bibir itu. Sugesti kehangatan … kelembutan … dan kerenyahannya tak dapat ditandingi oleh apapun. Walau martabak telor sedunia dikumpulin dan dijejalkan ke mulutku, aku rasa tak dapat menandingi cita rasa daging kenyal itu. Eh …! Ngapain aku ngomongin martabak telor? (inikah tandanya aku dah sinting?)

Ah … biar! Pokoknya tak bisa ku lepas pikiran ini dari bayang-bayang bibir itu. Mungkin aku dapat sesumbar pada lelaki manapun bahkan rivalku, “Pengalaman ini adalah anugrah terindah yang pernah ku miliki”.

Saat duduk sendiri di pojok kantin samping perpuatakaan, bola mataku fokus pada sebuah bibir mungil yang lagi menyantap manis lezatnya mie ayam.

Ku bentang sehelai mie, antara mulutku dan bibir itu. Hal-hal yang menyangkut pemindahan jarak kedua bibir harus dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, menyusuri helaian mie, perlahan tapi pasti kulumat juga belah pinang mungil itu. Rasanya tak jauh beda, eh … entah dink, ini nikmat dari bibir atau mie ayam?

PLAKKK!!! Nyeri pipi kiriku, sebuah tamparan membuyarkan khayalan yang indah ini.

“Ngapain kau pandangi cewekku?!!”

Sebuah suara tak merdu memekak telinga, suara yang tak asing bagiku … SENIOR.

“Siap! Saya mengaku salah kak!”

BUKKK!!! Memang, urusan hati harus ku bayar tunai dengan menerima bogem mentah dari senior tepat di ulu hati.

“Hati-hati dik! Di sini yang namanya cinta, sayang dan nafsu bukan urusan hati lagi, tapi ulu hati!”

“Siap!!!” balasku.

Ku harap kekasihku di sebrang sana, tak tau kan kejadian ini. Aku memang dibikin sableng ama dia.

Kalau dulu, saat kulumat bibirnya, terasa seperti aku telah meneguk air laut yang terhampar di hadapan, semakin ku minum semakin pula aku tak bisa melepas dahaga kerongkonganku.

Itu dulu! Sekarang?

Jangankan air laut, air comberan aja tak bisa ku teguk. (parah amat!)

Sepertinya aku kembali macam bayi lagi, yang mencari kenikmatan lewat mulut (fase oral; psikologi) dan kehangatan dari buaian seorang perempuan (klo bayi pada ibu, dewasa pada kekasih).

Ku ciumi foto itu, bibir merah nan mungil, tipis dan mengkilap … entah karena air liur atau gancu, aku tak tau. Yang penting bisa ku kurangi rasa sakit lantaran sakau (kecanduan) ini. Sakau pada bibir itu.

Padahal aku dah tau dari awal, bila bibir itu lebih dahsyat daripada morvin. Ini akibatnya, badan kurus karena kurang makan, mata bengkak lantaran kurang tidur, dan dompet tipis sebab gaji belum turun (kok gak ada hubungannya?)


Baca Juga yang berikut :



Template by : kendhin x-template.blogspot.com